Kamis, 21 Juni 2012

BIOFUEL (Bahan Bakar Hayati)


BIODIESEL

Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. stilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. 

v Keuntungan Pemakaian Biodiesel :

1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4.  Dapat diproduksi secara lokal
5.  Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6.  Menurunkan tingkat opasiti asap
7.  Menurunkan emisi gas buang
8. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %

v Kelemahannya Pemakaian Biodiesel :
Tidakk cocok dipakai untuk kendaraan bermotor yang memerlukan kecepatan dan daya, karena biodiesel menghasilkan tenaga yang lebih rendah dibandingkan solar murni. 

v Bahan Baku Biodiesel
Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku biodiesel.
Beberapa sumber minyak nabati yang potensial sebagai bahan baku Biodiesel. 
Nama Lokal
Nama Latin
Sumber Minyak
Isi
% Berat Kering
P / NP
Jarak Pagar
Jatropha Curcas
Inti biji
40-60
NP
Jarak Kaliki
Riccinus Communis
Biji
45-50
NP
Kacang Suuk
Arachis Hypogea
Biji
35-55
P
Kapok / Randu
Ceiba Pantandra
Biji
24-40
NP
Karet
Hevea Brasiliensis
Biji
40-50
P
Kecipir
Psophocarpus Tetrag
Biji
15-20
P
Kelapa
Cocos Nucifera
Inti biji
60-70
P
Kelor
Moringa Oleifera
Biji
30-49
P
Kemiri
Aleurites Moluccana
Inti biji
57-69
NP
Kusambi
Sleichera Trijuga
Sabut
55-70
NP
Nimba
Azadiruchta Indica
Inti biji
40-50
NP
Saga Utan
Adenanthera Pavonina
Inti biji
14-28
P
Sawit
Elais Suincencis
Sabut dan biji
45-70 + 46-54
P
Nyamplung
Callophyllum Lanceatum
Inti biji
40-73
P
Randu Alas
Bombax Malabaricum
Biji
18-26
NP
Sirsak
Annona Muricata
Inti biji
20-30
NP
Srikaya
Annona Squosa
Biji
15-20
NP

PROSES TRANS-ESTERIFIKASI

Proses trans-esterifikasi merupakan bagian terpenting pada rangkaian proses produksi biodiesel dan berpengaruh pada proses pemurnian pasca reaksi. (Nurhuda, M., dkk., 2008)
Proses Transesterifikasi bertujuan mengolah minyak nabati dengan menambahkan alkohol dan katalis menjadi alkil ester, alkil ester ini pada rantai lemak yang panjang disebut biodiesel. Ester tersebut dapat dihasilakan dari minyak nabati melalui proses transesterifikasi dengan methanol atau ethanol. Pemisahan gliserin dan biodiesel hasil proses transesterifikasi dengan mengunakan pemanasan. Untuk proses pengolahan 3 biodiesel secara konvensional waktu pemanasan sangat berpengaruh pada hasil esterifikasi yang biasanya diperlukan waktu sekitar 1-2 jam untuk skala kecil dan bisa sampai lebih dari 12 jam untuk skala besar atau industri. ( Widodo, C S., dkk.,2008).
Pemilihan dan penggunaan katalis dalam proses transesterifikasi merupakan bagian yang sangat penting. Ada dua pilihan dalam pemilihan katalis dalam proses reaksi pembuatan biodiesel yaitu katalis basa dan katalis asam. Dimana dari golongan tersebut masing-masing memiliki bentuk fisik liquid dan solid. Penggunaan katalis baik dalam bentuk liquid maupun solid masing – masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Katalis dalam bentuk liquid pada umumnya membutuhkan pencucian dan separasi yang cukup kompleks, sedangkan katalis solid tidak membutuhkan pencucian dan separasi katalis relative jauh lebih mudah. Akan tetapi, katalis padat akan membutuhkan waktu reaksi yang jauh lebih lama dari pada katalis liquid.

BIOETANOL

Bioetanol merupakan bahan bakar dari tumbuhan yang memiliki sifat menyerupai minya premium (Khairani, 2007). Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% vulome, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade etanol (Damianus, 2010).
Salah satu alternative bahan baku pembuatan bioethanol adalah biomassa berselulosa. Biomassa berselulosa merupakan sumber daya alam yang berlimpah, murah dan memiliki potensi mendukung produksi komersial industry bahan bakar seperti etanol dan butanol. Selain dikonversi menjadi biofuel, biomassa berselulosa juga dapat mendukung produksi komersial industry kimia seperti asam organic, aseton atau gliserol (Wymann, 2002).
Etanol sebagai bahan bakar adalah pilihan yang tepat karena etanol memenuhi persyaratan sebagai bahan bakar transportasi yaitu mudah penanganan (handling) dan tinggi kandungan energinya dalam satuan massa dan volume. Produksi etanol dapat dilakukan secara sintetis yaitu dengan melakukan reaksi kimia elementer untuk mengubah bahan baku menjadi etanol, yang biasanya berasal dari pengilangan minyak bumi. Cara memproduksi etanol yang lain adalah dengan proses ferrnentasi dengan bantuan aktivitas kehidupan mikroorganisme untuk mengubah bahan baku menjadi etanol (dikenal dengan bioetanol). Bahan baku untuk membuat bioetanol adalah hasil pertanian berupa karbohidrat yang dibagi dalam 3 golongan, pertama yaitu bahan yang mengandung turunan gula (bahan sukrosa) antara lain rnolase, gula tebu, gula bit, nira, nira nipati, nira sarum manis, nira kelapa, nira aren serta sari buah anggur dan mete. Kedua adalah bahan yang mengandung pati seperti biji-bijian (gandum), kentang, tapioka, sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan ganyong dan yang ketiga adalah bahan yang mengandung selulosa (lignoselulosa) artinya bahan tanaman yang mengandung selulosa (serat) seperti kayu, kapas, jerami, batang pisang dan limbah pertanian lain seperti bagase dan tandan kosong kelapa sawit. Namun berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup suli untuk diolah. Hal ini karena adanya lignin yang sulit didegradasi sehinga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit (Khairani, 2007).
Masalah yang dihadapi dalam memproduksi bioetanol adalah masalah biaya produksi yang tidak efisien (biaya produksi tinggi). Oleh karena itu perlu ditemukan proses produksi bioetanol dari pati sagu yang efisien, baik pada proses hidrolisis pati, proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol maupun proses pernurnian bioetanol sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan carnpuran bensin. Proses produksi yang optimal dan efisien dengan biaya yang rendah untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu bioetanol sebagai bahan bakar perlu dikembangkan, sehingga penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif di lndonesia dapat terwujud.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar